Dialog itu masih sangat
jelas berputar di serebri ku…
Ternyata selama ini aku
sudah salah interpretasi,…Ternyata sejak itulah aku baru tersadarkan,...
Ternyata aku belum benar ‘mengartikan’ IKHLAS itu…
1tahun yang lalu, waktu itu
aku sedang shift malam di Ruang Anak. Di Nurse
Station, bersama para perawat dan teman-teman ku lah dialog itu bermula.
Saat itu mendadak teman ku minta tolong untuk bertukar jadwal shift dengan ku
dengan alasan kepentingan keluarga. Padahal jadwal sudah diatur secara adil
oleh Clinical Instructur (CI) kami,
dan kalo dipikir-pikir memang akan membuat ku ‘kerepotan’ dan tak imbang dengan
perubahan jadwal itu. Tapi menurut ku ini bukan masalah yang berat ah, aku
langsung saja bersedia. Lalu tiba-tiba seorang Perawat pria paruh baya yang
saat itu bersama kami bertanya pada ku:
“Kenapa kamu mau
menolong temen mu? Kan itu jadi gak adil buat kamu, kamu yang jadi rugi kan?”
aku pun tersenyum dan langsung ku jawab “Ya gapapa, kan aku gak punya kepentingan.
Kan kalo kita nolong orang, suatu saat pas kita butuh pasti akan ada pertolongan
yang datang, dari siapa pun, walaupun bukan dari dianya langsung”.
Beliau pun langsung menyanggah, “berarti kamu mengharap dong?”
Aku coba jawab lagi sebijak mungkin, “Ya gak gitu maksudnya…Aku ikhlas kok. Kan
katanya kalo kita ikhlas in shaa Allah pertolongan Allah akan ada dimana-mana,
kalopun gak langsung kan juga bisa jadi pahala”
Beliau tersenyum nyinyir, berkata
singkat dan tegas, “Itu artinya kamu
belum ikhlas!”
Aku langsung terdiam. Aku bingung. Selama
ini tak ada yang menyanggah ku setiap aku beropini seperti itu. Apa maksudnya
men-judge ku seperti itu??
dan Beliau melanjutkan, “Kamu benar, kalo kita ikhlas menolong orang
lain, pertolongan Allah akan ada dimanapun dengan cara yang tak pernah kita
duga. Tapi kalo kamu masih mengharapkan pertolongan orang, mengharapkan ‘pahala’
atau bahkan ‘surga’, itu bukan ikhlas. Ikhlas itu tak pernah mengharapkan
balasan. Ikhlas itu bukan semata-mata untuk mendapatkan pahala. Tapi cobalah
ikhlas hanya untuk memperoleh keridhoan Allah saja.” dan Beliau pun
tersenyum.
Aku masih terdiam, tertegun
tak bisa berucap lagi, dan sontak dada ini terasa sesak bergetar….Astaghfirullahal’adzim…..
Ternyata selama ini aku belum benar-benar bisa menerapkan ilmu ikhlas itu…
Ternyata selama ini aku belum benar-benar bisa menerapkan ilmu ikhlas itu…
Sejak detik itu, dialog
ini sering sekali mengganggu pikiran ku. Aku pun coba mencari-cari referensi
tentang ilmu ikhlas.
Ternyata sebagian ulama
dan ahli ibadah punya keyakinan bahwa jika seseorang beribadah dan
mengharap-harap balasan akhirat yang Allah janjikan maka ini akan mencacati keikhlasannya.
Walaupun mereka tidak menyatakan batalnya amalan karena maksud semacam ini,
namun mereka membenci jika seseorang punya maksud demikian.
Mereka pun mengatakan, “Jika aku
beribadah pada Allah karena mengharap surga-Nya dan karena takut akan siksa
neraka-Nya, maka aku adalah pekerja yang jelek. Tetapi aku hanya ingin
beribadah karena cinta dan rindu pada-Nya.” Perkataan ini juga
dikemukakan oleh Robi'ah Al 'Adawiyah, Imam Al Ghozali dan Syaikhul Islam
Ismail Al Harowi.
Teman, kita boleh saja
mengharapkan surga dan takut akan siksa neraka agar semakin semangat dalam
beramal dan beribadah. Tapi sejatinya akan lebih indah jika kita tidak
mengharap kecuali ridho ALLAH SWT.
Surga dan neraka itu urusan Allah, dan menjadi kekasih Allah itu akan lebih
indah & bahagia.
Sulit dan kompleks memang
untuk belajar ilmu ikhlas. Ikhlas tak bisa hanya diucap. Belajar ilmu ikhlas
memang perlu bertahap. Mungkin kita memang sangat jauh dari tingkatan Wali
dalam ikhlas, tapi siapapun harus tetap semangat meraihnya. Aku pun masih dan harus banyak belajar itu!
Terkadang Allah akan
membuat kita kehilangan, memberi kita kesulitan-kesulitan untuk menguji
keikhlasan kita.
Hmm…ikhlas memang mudah
diucap, tapi benar-benar tak mudah, bahkan kita harus mengalami pahit, jatuh-bangun
dan beberapa kali menangis untuk merealisasikannya. Tapi kita rela untuk
belajar melakukannya, semata-mata Lillahi Ta’ala.
يَا مُقَلِّبَ القُلُوْبِ ، ثَبِّتْ قَلْبِيْ عَلَى دِيْنِكَ
Ya, Rabb yang
membolak-balikkan hati, teguhkanlah hatiku pada agamaMu.
إِنَّ اللهَ لاَ يَقْبَلُ مِنَ العَمَلِ إِلاَّ مَا كَانَ لَهُ خَالِصاً وَ ابْتُغِيَ بِهِ وَجْهُهُ
“Sesungguhnya Allah Azza wa
Jalla tidak menerima amal perbuatan, kecuali yang ikhlas dan dimaksudkan
(dengan amal perbuatan itu) mencari wajah Allah.
Semoga kita mampu
menjalankan ilmu ikhlas itu, selalu dalam ridho Nya dan menjadi kekasih Allah
Azza Wa-jalla. Aamiin
Wallahu a’lam
bishowab
# Terimakasih Pak Perawat yg turut menyadarkan & mengajari ilmu ini ^_^